Thursday 16 September 2010

Kemenangan TL Atas Indonesia Bukan Akhir Dari Suatu Perjuangan

Dili, Tempo Semanal
Perjuangan masyarakat Timor-Leste (TL) untuk meraih kemerdekaan dari pendudukan Negara Republik Indonesia telah tercapai setelah hampir seratus persen masyarakat TL memilih Referendum pada jajak pendapat tahun 1999. Namun, kemenangan itu sendiri bukan bertanda akhir dari suatu perjuangan karena TL harus terus berjuang untuk masa depan masyarakat dan Negara TL. Untuk mengetahui betapa pentingnya perjuangan di era kemerdekaan ini, berikut wawancara esklusiv wartawan Tempo Semanal (TS) dengan Wilson (W), salah seorang berkewarganegaraan Indonesia yang pro kemerdekaan TL.
TS. Bisakah anda ceritakan secara singkat, apa yang mendorong anda untuk menulis buku yang berjudul A luta Continua..?
W. Saya menulis buku ini sebetulnya di provokasi karena adanya perjuangan Timor Leste tahun lalu, sebab saya melihat bahwa sangat sedikit sekali buku sejarah yang mendokumetasi pengalaman perjuangan orang Timor – Leste sehingga saya berpikir untuk mencoba dari Indonesia, karena sejak tahun sembilan puluhan di PRD saya banyak berhubugan dengan orang-orang Timor Leste. Dari situlah selama setahun saya mulai mengumpulkan materi untuk menulis sehingga jadilah sebuah buku yang kira-kira bisa mendokumentasikan pengalaman gerakan demokrasi di Indonesia yang bernama Partai Rakyat Demokratik berhubungan dengan kawan-kawan aktivis Timor Leste untuk memperjuangkan kemerdekaan Timor – Timur di Indonesia.
TS. Menggapa judul Bukunya dinamai Aluta Kontinua, tetapi bukan kebebasan atau kemerdekaan yang sudah di capai..?
W. saya melihat banyak kawan-kawan melihat demokrasi dan kemerdekaan seperti akhir dari suatu perjuangan, tetapi saya mengatakan tidak, justru itulah awal dari semuanya dan itu adalah salah satu kelanjutan dari perjuangan di masa lalu, masa kini dan masa depan yang berkelanjutan dan tidak boleh di putuskan. Jadi sebetulnya tidak ada akhir perjuangan kita untuk demokrasi dan juga untuk kemerdekaan Timor – Leste, sehingga saya memberi judul ALUTA CONTINUA agar gerakan demokrasi Indonesia dan juga kawan-kawan di Timor Leste sadar bahwa demokrasi dan kemerdekaan bukanlah akhir dari sebuah perjuangan tetapi awal dari sebuah perjuangan untuk memperjuangkan masa depan. Kebetulan judul itu adalah slogam perjuangan dari seluruh organisasi perjuangan di Timor Leste saat itu, entah itu PST, CNRM, RENETIL, IMPETU dan OJETIL sebab saya yakin ALUTA CONTINUA adalah slogan yang di teriakan dalam aksi-aksi mereka dan saya pikir ini menunjukan bahwa sebetulnya ada satu cita-cita dari slogan itu di masa lalu dari seluruh pejuang Timor Leste baik yang muda, tua, yang di Portugues, Mosambique, Australia, Jakarta dan Dili. Kenapa kita tidak kembali ke ALUTA CONTINUA untuk mengisi Timor-Leste masa kini dan juga menciptakan masa depan Timor – Leste yang lebih baik.
TS. Menurut anda yang menjadi musuh bagi aktivis pro-demokrasi di Indonesia dan aktivis pro-kemerdekaan di Timor-Leste apa sebenarnya..?
W. Saya pikir ketidakadilan ekonomi global yang berdampak terhadap rakyat dari kedua bangsa, yaitu kemeskinan dan keterbelakangan dan sebetulnya itulah musuh bersama yang harus di hadapi oleh para aktivis dari kedua bangsa karena saya pikir hal itu membuktikan bahwa sekarang perjuangan demokrasi dan perjuangan kemerdekaan mempunyai musuh baru yang lebih berat sebab dulu musuhnya jelas Soeharto dan kita bisa bersatu bersama-sama, tetapi sekarang musuhnya ada kemiskinan dan keterbelakangan yang sangat jauh lebih berat untuk melawan di timbang musuh yang kelihatan nyata di depan mata.
TS. Menggapa di dalam buku anda menceritakan juga tentang perang dingin yang terjadi di Vietnam dan Rusia..?
W. kebetulan waktu saya di penjara saya baca satu buku sejarawan yang namanya Anoel Brokman Indonesia I Can From dan di situ saya temukan satu fakta soal Timor-Timur sebab hal itu juga menjadi perdebatan di perang dingin dan justru yang unik antara Mosko komunis dengan RRC yang juga komunis.
Karena adanya perang dingin sehingga di jaman Soekarno, Mosco memintah supaya Soekarno menaneksasi Timor-Leste karena di angap menjadi bagian dari kekuatan imperealis Portugues pada saat itu, tetapi Soekarno menolak proposal tersebut, bahkan tahun 1965 sebelum dia di kudeta, Soekarno mengucapkan pidato yang menggatakan bahwa perjuangan kemerdekaan Timor-Leste adalah satu bentuk perjuangan yang harus di dukun olah bangsa Indonesia, sayangnya Soekarno di jungkirkan olah Pemerintahan Soeharto sehingga dia tidak bisa membuktikan kata-kata itu.
TS. Di dalam buku ini banyak menceritakan juga hubungan anda dengah bapak Xanana Gusmao, Joao dan Lasama ketika masih di penjara, dan juga menceritakan seluk beluk kehidupan anda mulai dari pro-demokrasi sampai bergabun dengan pro-kemerdekaan dan apa yang menguntunkan dua kelompok ini..?
W. sebetulnya yang paling menguntunkan adalah, menyatukan kekuatan untuk menghadapi musuh bersama dan isu Timor-Timur adalah isu internasional sehingga ketika gerakan demokrasi mendukung kemerdekaan Timor Leste otomatis akan mendapatkan juga dukungan internasional dan kita tau persis selama ini internasional basis terhadap orde baru karena mereka adalah pengdukun orde baru. Saya pikir isu Timor-Timur menjadi pintu masuk agar supaya masyarakat internasional menghubunkan isu Timor – Timur ke dalam demokrasi dan yang paling pentin soal nasionalisme yang berkembang di kalangan masyarakat Indonesia dan juga di kalangan aktivis demokrasi. Kita tau banyak aktivis memang berjuang untuk demokrasi tetapi hak determination mereka tidak mendukun Timor Leste sehingga saya bilang ada kontradiksi atau aironik, sebab kita berjuang demokrasi dan bicara soal hak tapi hak mendasar sebuah bangsa kita tolak. Dengan demikian saya mengatakan hegemony nasionalisme orde baru yang begitu kuat mengatakan bahwa Timor-Leste adalah bagian dari teritoriu Indonesia dan itu menurut saya ketika gerakan demokrasi berhubungan dengan gerakan Timor Leste kita seperti menyadarkan masyrakat bahwa nasionalisme itu keliru kalau tetap mengangap Timor – Leste bagian dari Indonesia karena dalam sejarahnya memang terbukti bahwa nasionalisme Timor-Leste bukan bagian dari sejerah nasionalisme Indonesia. Menurut saya problem inilah yang paling penting karena masyarakat luas kebanyakan teregomoni oleh nasionalisme orde baru yang otoriter dan teritoria termasuk Timor – Leste.
TS. Dalam buku ini menceritakan juga kedekatan anda sama bapak Xanana yang begitu erat hingga sampai di kasih ping (penhargaan) kusus pada tanggal 20 Juni 1999 di ulan tahun beliau dan sekarang bagaimana hubungan anda dengan bapak Xanana..?
W. baru kemaring saya bertemu dengan Xanana tetapai tidak melalui jalur protokoler, sebab melalui jalur protokoler sudah hampir lima hari tidak ada kepastian sehingga saya mengambil jalan pintas menunggu Xanana di tempat parkiran mobil Perdana Mentri. Saya yakin Xanana sebenarnya senang inggin bertemu sama saya cuma karena beliau sekarang pejabat tinggi Negara sehingga ada proses protokoler yang harus di lalui dan akhirnya saya tidak sempat bertemu dengan beliau, tetapi saya penasaran masa sih…tidak bisa.
Saya yankin dia (Xanana) senang bertemu dengan saya karena hampir 12 tahun semenjak referendum saya tidak perna ketemu beliau, akhirnya saya tunggu dia di palasio dekat parkirang mobil dan pada saat mobilnya masuk saya berdiri dekat tiang bendera sampai menunggu beliau turun, tapi saya agak khawatir juga jangan-jangan dia lupa dengan saya. Tetapi making dekat dia turung dari tangga sepertinya dia kaget, ini ko…!ada makluk asing yang sepertinya saya kenal lama dan akhirnya dia langsun lari memeluk saya dan mengatakan Wilson akhirnya kita berpelukan begitu lama dan saya senang sekali karena inilah Xanana yang saya kenal hangat. Kemudian kita bicara dan ngobrol-ngobrol hampir 15 menit di depang parkiran mobil sampai Xanana kembali ke rumahnya akhirnya selama 12 tahun saya bisa ketemu lagi dengan sahabat saya Xanana Gusmao yang dulu bersama-sama di penjara. Di penjara kita mengorganisir kegiatan yang paling penting yaitu kompetisi sepak bola karena kita tau saat itu di penjara hampir tidak ada kegiatan untuk para napi sehingga muncul problem kekerasan yang membuat kita estres. Dari situlah Xanana kemudian membuat proposal agar kita bisa membuat kegiatan untuk para napi di penjara yang milibatkan banyak napi akirnya kita melakukan kegiatan sepak bola dan Xanana lah yang terpilih menjadi ketua persatuan sepak bola di penjara dan saya sebagai komisi pertandinganya di liga antar blok di penjara cipinang. Di penjara setiap hari kita mengatur pertandingan antar blok sehinga penjara menjadi dinamis karena ada kegiatan yang membuat napi-napi tidak estres dan mengurangi kekerasan sehingga di malam hari mereka bisa tidur nyenyak karena kecapeyan.
TS. Di dalam buku anda menyatakan bahwa klub-klub pemain sepak bola di cipinan kadan bisa juga mengalakan klub sebaik juventus bagaimana ceritanya..?
W. yah.. itu cok kita disana bahwa klub terbaik dunia atau pun juara dunia kalau masuk penjara belum tentu menan, karena yang di perlukan dalam penjara itu mental bukan teknik.
TS. Apa saja pasar taruhan untuk pertandingan sepak bola di Cipinang pada saat itu..?
W. Yah…beberapa napi kaya yang koruptor biasa taruhannya sampai jutaan tapi kalau kita antar napi-napi taruhannya biasa telur, indomilk dan rokok karena itu bisa di nikmati langsun bersama-sama oleh para napi walaupun kalah atau menang. Tim saya dan tim Xanana selalau berkompetisi karena tim kami yang menjadi tim terbaik, cuma Xanana membeli semua pemain terbaik di cipinang untuk masuk bloknya yang dibeli dengan indomilk jadi ada pemain bola bagus dari blok lain akan di transfer ke bloknya Xanana sehingga bloknya Xanana menjadi juara beberapa kali di cipinang. Sebab di bloknya Xanana gizinya juga terjamin untuk para pemain bola karena di kasih telur ayam kampung setenga matan, fitamin dan susu.
TS. Bagaimana perasaan andah saat bertemu dengan teman-teman aktivis Timor-Leste yang sekarang menjadi pejabat Negara..?
W. Saya pikir itu proses istoris yang harus dilalui oleh Timor – Leste, bahwa kawan-kawan yang dulunya menjadi aktivis menantan Negara orde baru, ketika merdeka mereka harus mengisih kemerdekaan ini dengan mendapat posisi di jabatan politik, parlamen maupun di pemerintahan. Saya kira itu satu kenyataan politik yang harus saya terima bahwa itulah perubahan dari sebuah kemerdekan dan kawan-kawan harus siap memimpin Negara ini di pemerintahan dan juga di parlamen. Saya mengangap Timor-Leste unik karena banyak aktivis memimpin Negara dan ini satu hal yang berbeda dengan Indonesia, walaupun Indonesia terjadi reformasi tetapi semua institusi politik tetap di kuasai oleh orde baru karena tidak ada perubahan.Ketika pro demokrasi yang menyumbankan Soeharto dan menciptakan reformasi tetap di luar sistim tapi di Timor-Leste lain transisi kemerdekaan itu langsun para aktivisnya memimpin negara sebab ada Mari Alkatiri,Xanana Gusmao,Ramos Horta,Lasama dan Mariano dan kita tau trektektor mereke di erah kemerdekaan tidak perlu di ragukan, jadi saya tetap optimis bahwa kawan-kawan semuanya dalam proses belajar dan dalam proses belajar kita selalu ada kesalahan karena Timor Leste tidak ada gurunya.Mereka belajar dari pengalaman dan kesalahannya sendiri jadi saya pikir kita harus adil melihat Timor Leste bahwa munkin ini bagian dari pembelajaran 10 tahun kemerdekaan Timor Leste dan saya harap kawan-kawan sadar kalau ada kesalahan meman harus di koreksi dan kalau meman tidak mampu dia harus mundur sehingga Timor-Leste betul-betul bisa berkembang menjadi Negara yang sehat, Negara yang secara politiknya stabil dan isu-isu demokrasinya bisa berjalan dengan mapan agar tidak mudah di goncang oleh satu provokasi atau kekerasan politik tertentu. Hal inilah yang sekarang saya lihat di Timor-Leste dan saya tidak melihat secara hitam putih seperti beberapa orang melihatnya karena saya pikir ini proses pembelajaran.
Tetapi dalam proses pembelajarannya seperti saya katakan, kalau ada kesalahan harus diperbaiki dan saya kwatir jangan sampai sudah berkuasa kadan sala dia tidak memperbaiki kesalahannya walaupun banyak orang bilang itu sala dan muda-mudahan hal seperti ini tidak beloh terjadi terhadap kawan-kawan aktivis yang sekarang menjadi pejabat di Timor Leste.
TS. dalam penulisan buku ini kesulitan apa saja yang anda hadapi ..?
W. kesulitannya karena sumber-sumber utama di Timor – Leste tidak bisa saya akses sebab tidak ada yang membiayahi jadi sebetulnya saya menulis buku ini berdasarkan arsip yang saya punya dan pengalaman yang saya ingat dan tidak ada dukungan apapun dari orang lain, karena ini pertanggunjawaban pribadi saya untuk gerakan demokrasi dan pembebasan Timor Leste di Indonesia karena itu yang membuat saya bersemangat untuk menulis buku ini.
Meskipung saya tidak bisa menakses banyak sumber di Timor-Leste, tetapi saya pikir kawan-kawan Timor-Leste akan menulis sejaranya lebih lengkap lagi.
TS. Kenapa anda memilih tanggal 4 september sebagai data penerbitan buku ini..?
W. Yah…kita mau mencari satu momentum yang berhubungan dengan sejarah Timor-Leste, karena tanggal 4 September adalah hari pengumuman referendum pada tahun 1999, sebab selama ini justru hari itu jarang di peringati karena selama ini Timor-Leste hanya memperingati 30 Agustus.**end**




No comments: